Hah, Sejak blog ini dibuat, belum
pernah sekalipun nge-publish sejarah perjuangan (diri sendiri).
Okeiii,, perkenalkan saya Khairunnisa
Idris. I’m a ordinary girl. Tidak ada yang istimewa dari diri saya.
Physicly , Alhamdulillah sempurna. Punya
2 mata untuk melihat keindahan, 1 mulut, 2 lubang hidung, 2 telinga untuk
mendengar, 2 tangan dengan jari masing-masing 5, punya 2 kaki untuk berpijak
dan menapak Nikmat Allah dan masih banyak kesempurnaan yang Allah berikan
kepada saya.
Saya adalah perempuan yang suka
olahraga tenis meja. Yaaa walaupun ga expert, But Not Bad lah :D
Masak? Alhamdulillah baru bisa masak air,
nasi, telur, mie instan, nasi goreng, sandwich, sayur bening, sop, semur, sambel,
tumis menumis, pasta, dan gorengan. Just that.. Hahahaha :D malu-maluin yah?
Saya manusia yang sangat sangat biasa,
berasal dari keluarga sederhana yang sangat menyayangi saya. Sejak lahir
tinggal di Pulau Sumatera, tapi Ayah dan Ibu saya asli keturunan Jawa. Dari TK
saya mengenyam pendidikan di Sumatera Utara. Tak pernah sekalipun menghirup
udara pulau Jawa. Namun suatu ketika, Nasib mengharuskan saya untuk berlayar ke
Pulau Sejuta keanekaragaman ini. Bersyukur sekali memiliki orang tua yang tidak
membatasi keinginan anaknya. Ayah yang sangat demokratis masalah pendidikan,
memberikan saya kesempatan untuk belajar banyak ditempat lain. Tempat yang
jaraknya bermil-mil dari rumah. Sedangkan Ibu adalah malaikat terbaik yang
dikirimkan Tuhan ditengah-tengah keluarga sederhana kami, Ibu yang selalu
mendukung dan memberikan kehangatan disaat perdebatan hati untuk memutuskan
sesuatu mulai membeku. Harus bertahan hidup di tempat yang jauh berbeda dengan
daerah kelahiranku. Tempat yang terkenal dengan keindahan alamnya, orang-orang
yang sedap dipandang mata, tata kota yang tak pernah ku temui di daerahku,
kemacetan yang tak pernah terjadi sekalipun di daerahku, dan banyak hal-hal
baru yang ku temui di “tempat asing” ini. Bandung, kota yang terkenal dengan
julukan kota kembang ketika aku pelajari di bangku SD. Tapi saat tiba di kota
ini, belum pernah ku temui tempat yang benar-benar menunjukkan
ke-kota-kembang-an-nya seperti yang ada dalam imajinasiku dulu. Hahaha..
M
|
erasakan beratnya tahun pertama hidup
jauh dari orang tua. Kebiasaan pamit sebelum bepergian keluar rumah kepada
orangtua harus ku hilangkan disini. Tak ada orangtua, tak ada makanan yang
selalu tersedia saat mau makan, tak ada kendaraan pribadi, tak ada mesin cuci,
tak ada keramaian rumahku, yang jelas tak ada kehangatan seperti yang kurasakan
dirumah. Semua aku kerjakan sendiri. Mau pergi, ya pergi saja. Siapa yang
peduli. Tetangga satu kosanku yang jarang ada membuat ku benar-benar menjalani
semuanya sendiri. Mau pergi kesana kemari, tak ada sepeda motor yang biasanya
bisa langsung ku kendarai disini. Disini aku harus sabar menunggu angkutan kota
melintas untuk membawa ku menikmati luasnya kota kembang ini.
Dari setengah perjalanan berlayar yang
masih ku lalui ke seberang pulau, sudah sangat banyak nilai-nilai kehidupan
yang tak mungkin kudapatkan jika aku hanya terus berdiam diri di kampungku. Rasanya
semua kesulitan menjalani hari disini hilang. Ya, itu karena experience dan
hal-hal positip lain yang kudapatkan disini telah mengalahkan kesulitan-kesulitan
yang menghalangiku mengeksplor banyak hal disini.
Didalam Novel Negeri 5 Menara yang
kubaca beberapa tahun silam, tertulis:
Orang
berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman.
Tinggalkan
negerimu dan merantaulah ke negeri orang.
Merantaulah,
kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan.
Berlelah lelahlah, manisnya
hidup akan terasa setelah lelah berjuang
Aku
melihat air menjadi rusak karena diamnya yang tertahan
Jika
mengalir menjadi jernih, jika tidak ia akan keruh dan menggenang
Singa
jika tak meninggalkan sarangnya tak akan
mendapat mangsa
Anak panah jika tidak
dilepaskan dari busurnya tak akan kena sasarannya
Jika
matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu
manusia bosan padanya dan enggan memandangnya
Biji
emas bagaikan tanah biasa tak berguna sebelum digali dari tambangnya
Kayu gaharu tak ubahnya
seperti kayu biasa jika ia masih dalam hutan tak diolah
(Imam Syafi’i)
Dari
kalimat tersebut, bisa saya simpulkan bahwa Manusia memang harus terus bergerak
untuk tetap bertahan hidup. Di dalam Al-Qur’an jelas Allah berfirman “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang
mengubah apa-apa yang pada diri mereka” QS.13:11. Hmm.. kurang apa lagi coba? Itu
Allah langsung loh yang bilang. Didukung pula dari teori seorang ilmuwan, “Seperti
sepeda, agar tetap seimbang ia harus terus bergerak” –Einstein-- Dan jangan
pernah khawatirkan masalah rezeki, karena Sesungguhnya Allah membuka banyak
pintu rezeki, dan Dia akan memberi dari tempat yang tidak disangka-sangka.
Perjalanan
berlayarku masih panjang, ya masih sangat panjang.. destinasi pun belum
terlihat, tapi aku yakin bahwa layarku yang berkembang sekarang sedang mengarah
pada destinasi yang benar. Navigasi sekarang sedang bekerja. Hanya jalur yang
aku lalui mungkin tak semudah dari yang lain. Badai yang sering terjadi
mengajarkan bagaimana cara bertahan hidup ditengah keterbatasan yang ada.
And
last, Inti dari pelayaran ini selalu menjadi alarm untuk terus dan terus selalu
Bersyukur… J
0 komentar:
Posting Komentar